Pementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengadakan kegiatan fasilitasi dan advokasi di Sulawesi Tengah, yaitu Gerakan Transformasi Pembelajaran untuk Direktorat Sekolah Menengah Atas. Kegiatan ini diselenggarakan selama 4 hari, mulai tanggal 19 hingga 22 November 2023. Gerakan Transformasi Pembelajaran muncul sebagai respons terhadap perubahan signifikan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Perkembangan teknologi, globalisasi, dan tuntutan pasar kerja yang berubah telah mengubah cara manusia belajar, bekerja, dan berinteraksi. Kondisi ini direspons oleh pemerintah dengan menerbitkan Kurikulum Merdeka, agar pendidikan Indonesia dapat beradaptasi dan mempersiapkan generasi muda Indonesia menghadapi tantangan masa depan. Transformasi pembelajaran mencoba menyelaraskan metode pendidikan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pelajar yang beragam, menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih inklusif, interaktif, dan relevan. Kurikulum berubah, mindset guru dalam praktik pembelajaran juga harus segera menyesuaikan dengan kondisi perubahan, adaptif.

Beragam narasumber dihadirkan dalam kegiatan ini, mulai dari internal Kemendikburistek yang lebih banyak menekankan pada pembaharuan metode Kurikulum Merdeka yang mengutamakan pendampingan siswa berdasarkan tingkat kemampuan masing-masing siswa. Artinya semua pembelajaran tidak lagi mengejar menyelesaikan satu buku dalam satu semester. Berkaca pada proses pembelajaran sebelumnya masih banyak yang menggunakan metode ceramah sehingga yang terjadi siswa hanya berfokus pada mencari pengertian atau bahkan sibuk dengan hafalan, padahal sebenarnya mereka tidak paham apa yang sedang mereka pelajari. Hal ini yang mendasari kegiatan ini berlangsung.

Dilanjutkan dengan pemateri berikutnya, yaitu Jabar Masagi dan Ashoka. Materi yang disajikan oleh Jabar Masagi terkait memanusiakan manusia sesederhana siswa bisa menjadi dirinya sendiri, tidak takut salah atau disalahkan dan diapresiasi. Selain itu, Jabar Masagi juga menyampaikan materi lain yang tak kalah menariknya, seperti kemampuan determinasi setiap siswa berbeda, macam-macam otak, hingga roda emosi. Banyak hal dalam materi yang disajikan oleh Jabar Masagi dapat diimplementasikan di sekolah.

Pembicara berikutnya, Ashoka, membahas konsep “Everyone is a Changemaker” yang juga sangat menarik karena relevan dengan kehidupan sehari-hari. Ashoka menekankan bahwa untuk melakukan perubahan atau transformasi, tidak selalu harus dilakukan dengan cara besar. Kita dapat memulainya dari yang paling kecil. Sebagai contoh, di salah satu pesantren, ada anak-anak yang melakukan pengukuran terhadap jumlah air yang terbuang saat berwudhu. Pengukurannya sederhana, menggunakan ember yang ditempatkan di bawah keran air wudhu. Mereka kemudian menghitung hasilnya. Jika satu anak menghasilkan satu ember air, maka 60 anak akan menghasilkan 60 ember air yang terbuang sia-sia. Setelah itu, mereka berdiskusi dan mencari tindakan yang dapat diambil untuk menghemat air, seperti meminimalisir penggunaan air dengan mengecilkan debit air keran saat berwudhu. Ini adalah contoh bagaimana pengaruh positif tidak selalu harus berasal dari orang-orang yang terkenal; influencer juga bisa berasal dari siswa. (oleh Rifka)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *